Senin, 12 Desember 2011

Zaman Filsafat Modern



1. Empirisme
Paham ini dipelopori oleh francois bacon yang hidup antara tahun 1561-1626. Tokoh lain yang mendukung empirisme adalah : Thomas hobbes, John locke, dan David hume. Tokoh-toko empirisme menitikberatkan kepada pengalaman (empiri).
Bacon telah memberi pandangan baru yang cukup berarti bagi dunia ilmu dan kehidupan manusia. Tugas yang sebenarnya dari ilmu pengetahuan adalah mengusahakan penemuan-penemuan yang meningkatkan kemakmuran dan hidup yang enak.  Mulai sekarang penemuan-penemuan harus di lakukan karena tugas dan secara metodis.  Agar supaya tugas-tugas itu dapat dilaksanakan, diperlukan ; a. Bahwa alam diwawancarai, b. Bahwa orang bekerja menurut metode yang benar, c. Bahwa orang bersikap pasif terhadap bahan-bahan yang disjikan alam, artinya orang harus menghidarkan diri dari mengemukukan prangsangka-prasangka terlebih dahulu. Menurut Bacon dengan cara induksi yang benar dan yang berlaku, seperti ia kehendaki, orang harus naik dari pengenalan fakta kepengenalan hukum-hukumnya, seterusnya naik dari sifat tunggal. Metode induksi adalah metode atau sutu proses penyisihan atau pelenyapan, dengannya semua sifat, yang tidak termasuk sifat tunggal ditiadakan. Tujuannya ialah untuk memiliki sebagai sisanya sifat-sifat yang menonjol dalam fakta-fakta yang diamati.
Bacon menolak sylogisme, sebab dipandang sebagai hal yang tanpa arti didalam ilmu pengetahuan. Sebab sylogisme tidak mengajarkan kebenaran-kebenaran yang baru. Sylogisme hanya bernilai jika di lihat dari segi pengajaran.
Metode empiris ini oleh Bacon dipandang sebagai menunjukkan caranya menyusun data-data yang telah diamati, yang memamng dipperlukan sekali bagi ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan harus dilakukan berdasar kepada penyusunan data-data.
Prinsip-prinsip dan metode empirisme pertama kali diterapkan oleh John locke, penerapan terhadap masalah-masalah pengetahuan dan pengenalan, langkah yang utama adalah Locke berusaha menggabungkan teori empirisme seperti yang telah diajarkan Bacon dan Hobbes dengan ajaran rasionalisme Descartes. Ia menentang teori rasionalisme yang mengenai ide-ide dan asas pertama yang dipandang sebagai bawaan manusia. Menurut dia, segala pengetahuan datang dari pengalaman dan tidak lebih dari itu. Akal (rasio) adalah pasif pada waktu pengetahuan didapatkan. Satu-satunya sasaran atau obyek pengetahuan adalah gagasan-gagasan atau ide-ide yang timbulnya karena pengalaman lahirialah(sensation) dan karena pengalaman batinialah(reflection).
Locke membedakan antara gagasan-gagasan yang tunggal(simple ideas) dan gagasan majemuk(compleks ideas). Gagasan-gagasan tunggal mendatang kita langsung dari pengalaman, tanpa pengolahan logis apa pun, akan tetapi gagasan-gagasan majemuk timbul dari percampuran atau penggabungan gagasan-gagasan tunggal. Pekerjaan roh manusia terbatas pada memberi sebutan kepada gagasan-gagasan tunggal tadi, menggabung-gabungkannya, merangkumkannya dan menjadikannya bersifat umum. Dari gagasan-gagasan itulah timbul isi pengetahuan kita yang bermacam-macam sekali. Dalam sisi lain tampaklah locke hendak menyelidiki kemampuan pengetahuan manusia, sampai kemanakah ia dapat mencapai kebenaran dan bagaimanakah mencapainya itu. Tiap-tiap pengetahuan itu terjadi dari kerjasama antara sensation dan reflection.
Tokoh yang berpendapat bahwa seluruh pengetahuan merupakan jumlah dari pengalaman-pengalaman adalah David Hume (1711-1766) dengan bukunya yang terkenal adalah An Enquiry concercing understanding. David Hume merupakan tokoh empiris yang konsekuen.
Menurut Hume dalam budi kata tidak ada suatu ide yang tidak sesuai dengan impression yang di karenakan “hal” diluar kita. Apa saja yang merupakan pengetahuan itu hanya disebabkan oleh pengalaman. Dengan amat tegas Hume hanya menerima persentuhan indera dengan hal luas, hanya itu saja, segala kesimpulan yang didakan orang itu tak ada dasarnya sama semali. Menurut Hume pengetahuan budi tak lagi dapat dipercaya, dari empirisme ia sebetulnya sampai kepada skepsis. Sebagai tokoh empirisme, Hume tidak mengakui hukum sebab akibat(kausalitas). Dalam hukum kausalitas pada umumnya ada anggapan bahwa penyimpulan dari masalah-masalah yang nyata hanya didasarkan kepada hubungan sebab akibat.
2. Kritikisme
Pertikaian antara rasionalisme dan empirisme memerlukan penyelesaiaan. Dalam kaitan ini Imanuel kant mencoba mengadakan penyelesaian pertikaian tersebut. Maka kant akan menyelidiki (mengadakan kritik) pengetahuan budi serta akan di terangkan. Itulah sebabnya aliran ini disebut kriticisme.
Imanuel kant (1724-1804) merupakan penyempurnaan. Pencerahan di jerman. Hidupnya terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pra-kritis dan tahap kritis. Filsafat kant disebut kritisisme. Secara harfiah kata kritik berarti “pemisahan”. Filsafat Kant beermaksud membeda-bedakan antara pengenalan murni dan yang tidak murni,yang tiada kepastiannya. Filsafatnya dimaksud sebagai penyadaran atas kemampuan-kemampuan rasio secara obyektif dan menenukan batas-batas kemampuannya, untuk memberi tempat kepada iman kepercayaan.
Empirisme memberikan kepada kita putusan-putusannyang sintetis. Sebaliknya rasionalisme memberikan kepada kita putusan-putusan yang analitis, jadi tidak mungkin memberikan pengetahuan baru. Menurut Kant perlu diselidiki bagaimana mungkin ada putusan-putusan yang “sintesis a priori” yaitu putusan-putusan yang sekaligus sintetis, namun tidak tergantung dari pengalaman. Filsafat yang menangani ini adalah filsafat transsedental, yaitu filsafat yang meneliti cara orang mengenal segala sesuatu.
Menurut kant ada tiga pengenalan roh, yaitu : pengamatan indera, akal,, dan rasio atau budi. Adapun pengetahuan budi diterangkan pada bagian yang dusebutnya transcendentale logik. Disitu di selidiki unsur-unsur a priori yang ada pada pengetahuan budi.  Adapun bentuk pengetahuan budi ini disebut kant kategori. Ada empat kategori : kuantitas, kualitas, relasio, dan modalitas.
Kuantitas itu nampak pada kesatuan kebanyakan dan keseluruhan; kualitas nampak pada realitas, pengingkaran dan pembatasan; realsio ternyata pada substansi sebabakibat serta persalingan adapun modalitas nampak pada kemingkinan, kesungguhan dan keharusan. Kategori ini disebutnya juga cara(bentuk) berpikir bagi aku yang transedental itu. Aku yang transendentale merupakan syarat kesatuan dalam pemikiran. Maka demikian adalah bentuk apriori untuk mengenal dalam pengamatan, ialah waktu dan ruang, empat kategori dan empat putusan apriori serta apperception yang merupakan kesadaran dapat membedakan aku yang berpikir atau mengenal(subyek) dengan hal  yang dikenal (obyek).
Kategori-kategori tersebut diatas dapat dirangku dalam kategori yang asasi yang dapat dilihat dalam tiga bentuk yaitu : kesatuan, kejamahan, dan keutuhan. Dari ketiga kategori tersebut tampak jelas bahwa kelompok kategori pertama dan kedua saling berlawanan. Sedangkan kategori keutuhan mewujudkan satu kesatuan yang lebih tinggi.
3. idealisme
Menurut paham ini satu-satunya realitas yang sebenarnya adalah idea. Setelah masa imanuel kant paham ini berkembang pesat dijerman dengan tokoh-tokoh Fichte, scheling, dan hegel. Menurut fichte fakta dasar dalam alam semesta adalah ego yang bebas atau roh yang bebas. Dengan demikian dunia meruupakan hasil ciptaan roh yang bebas. Apa sebab ego menciptakan dunia, menurut fichte keadaan terbatas. Agaknya yang dimaksud dengan ego ini ego mutlak(ego absolute) yang dibedakan dengan “aku” perorangan.
Ego yang tidak ada batasnya ini secara tidak terbatas juga berusaha terus-menerus untuk berada. Pengertian berusaha ini sebenarnya telah mengandung didalamnya keterbatasan. Sebab didalam pengertian itu telah tersirat gagasan tentang penentangan. Apa yang tidak menjumpai penentangan bukanlah suatu usaha. Dengan kata lain, didalam semangat yang diperlukan usaha itu, telah terdapat juga keterbatsan diri sendiri dan keterbatasan dunia.
Adapun pemikiran schelling tampak dalam teorinya tentang yang mutlak mengenal alam. Pada dirinya yang mutlak adalah suatu kegiatan yang terjadi terus-menerus yang bersifat kekal. Aktivitas atau kegiatan yang terus-menerus yang kekal tersebut menurut schelling dapat digambarkan dalam kejadian tiga tahap, yaitu didalam tahap yang pertama aku mutlak mengebyektivir dirinya dalam alam yang ideal, artinya didalam alam sebagai pola umum, yang oleh schelling natura naturata, yaitu alam yang digambarkan sebagai suatu kesatuan yang hidup, ini terjadi didalam hidup batinlah yang mutlak.
Didalam tahap yang kedua yang mutlak sebagai obyek, sebagai yang dipisahkan diubah bentuknya aku mutlak sebagai yang bersifat subyektif, yang secara lahiriah diuangkapakan didalam alam penggambaran, yaitu alam ideal dari pengetahuan manusia. Disisnilah natura naturata itu oleh akal manusia digambarkan didalam akal itu, sehingga sistem benda-benda yang khusus itu seolah-olah dimasukkan kedalam yang umum, dijadikan suatu konsep. Demiakaianlah seakarang ada dua kesatuan, yaitu alam obyektif dan alam ideal, yang digambarkan oleh alam obyektaif itu.
Didalam tahap yang ketiga terjadi suatu sintese. Disini aku mutlak yang obyektif dan aku mutlak yang subyektif mewujudkan satu kesatuan lagi. Demikianlah akau ayang mutlak adalah sautu aktivitas mengenai diri yang terjadi terus-menerus.
Dalam filsafatnya hegel (1770-1831) berusaha keras untuk menjembatani atau menghubungkan pokok-pokok pemikiran fichte dan schelling. Akan tetapi pemikiran hegel ayang menonjol adalah mengeanai yang mutlak.
Menurut hegel, yang mutlak adalah roh yang mengungkpkan diri didalam alam, dengan maksud agar supaya sadara akan dirinya sendir. Hakikat roh adalah idea pikiran. Pikiran menjadi sadar akan dirinaya sendiri didalam sejarah umat manusia. Oleh karena itu manusia mendapat bagian dari ide yang mutlak itu, yang adalah yang illahi.
Seluruh proses dunia adalah suatu perkembangan roh. Sesuai dengan hukum dialektika roh meningkatkan diri, tahap demitahap, menuju kepada yang mutlak. Sesuai dengan perkembangan roh ini maka filsafat hegel disusun dalan tiga tahap yaitu:
a.    Tahap ketika roh berada dalam keadaan” ada dalam dirinya sendiri”. Ilmu filsafat yang membicarakan roh berada  dalam keadaan ini disebutnya logika.
b.    Dalam tahap kedua roh berada dalam keadaan “berada dengan dirinya sendiri” berbeda dengan “yang lain”. Ilmu yang filsafat yang membicarakan tahap ini disebutnya filsafat alam
c.    Akhirnya tahap ketiga, yaitu tahap ketika roh kembalai kepada dirinya sendiri, yaitu kembali pada berada diluar dirinya, sehingga roh berada dalam keadaan “dalam dirinya dan bagi dirinya sendiri”. Tahap ini menjadi sasaran filsafat roh.
Didalam memikirkan idealisme hegel berpendapat bahwa ada tiga idealisme, yaitu
1.    Filsafat idealisme subyektif, yakni idealisme yang berpangkal kepada subyek
2.    Filsafat idealisme obyektif, yakni idealisme yang memandang bahwa ego berada didalam alam, dan alam berada didalam ego.
3.    Filsafat idealisme mutlak adalah idealisme yang merupakan sitesa dari idealisme subyektif dan idealisme obyektifs






Tidak ada komentar:

Posting Komentar